Thursday, April 17, 2008

Football

. . .

Lapangan semakin langka,

Sepak bola hanya untuk orang kaya,

Nonton dibikin susah,

Mainpun kini susah,

Mau bagaimana bangsa ini

. . .

**

Cuma segitu lirik yang kutangkap dari pengamen bersuara sumbang di damri dari jatinangor menuju dipati ukur. Dalam keadaan setengah sadar antara terjaga dan terlelap, mata setengah terbuka, otakpun masih nge-boot, lirik tersebut terus terngiang di kepalaku. Bahkan dengan keadaan otak loading 50%, segala yang berhubungan dengan berlari, mengoper dan menendang bola langsung terproses dengan baik.

Mungkin si akang pengamen bukan pemain bola bahkan jarang sekali bermain bola, terlihat dari penampilannya yang jauh dari kesan sportsman atau karena ia terlalu sibuk berdendang demi recehan, tapi beliau tetap peduli dengan kondisi sepakbola negeri ini. Terbukti dengan lagunya yang kutahu pasti karangan sendiri karena nada, lirik dan nyanyinya yang benar – benar parah. Tapi walau begitu ia tetap kuberi respect karena hanya itu yang kupunya receh terakhirku terlalu saying untuk kulepas.

***

Nyanyian si akang benar – benar kurasakan saat ini. Jika dulu waktu masih sd main bola bisa lapang pinggir rumah gratisan, yang sekarang telah berubah menjadi rumah tetangga, kini tiap maen futsal harus bayar minimal 10 ribu karena susah nyari lapang yang gratisan. Sialnya, lebih banyak kekalahan daripada kejayaan yang diterima tim yang kubela.

Bersama Galia PAS rekornya 18 – 4 dibantai anak – anak padang. Teringat istilah temen – temen sma kalau ngeliat tim yang dibobol terus, ‘ pembataian PKI’ karena kita benar – benar dibantai tanpa perlawanan Cuma bisa pasrah. Dengan Etos Bandung sedikit dibawahnya, 14 – 4 dipermak Galia PAS, kekecewaan mendalam tanpa kambing hitam. Bersama akun ’07 dihajar mene ’04 7 – 3, permainan terburukku plus hinaan dari anak – anak mene ’07. Membela Ibonk cs dihantam anak Makassar 10 – 6 bonus cedera anckle kiri yang menyakitkan dan absen di Olimpiade Ekonomi. Bersama Fusec Cuma main 5 menit ketika kalah terhormat 5 – 2 dari kebangsaan.

Tapi, tak semua berujung kalah pula, ada tiga pertandingan dimana kami meraih poin. Pertama menahan imbang akun ’05 di ajang AIS dan masuk salah satu scoresheet dengan gol yang cantik pula. Lalu menang 4 – 2 waktu main buat Fusec dan yang terbaik menggulung Aksara 6 – 3 di Salman Futsal Cup, permainan terbaikku dengan 1 gol 2 assists.

Hope glory still beside me!

***

Saat ini sepakbola memang telah berubah menjadi hiburan yang mahal bagi rakyat miskin yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia ini. Sebagai tontonan, harga tiket masuk stadion Siliwangi tiap Persib tanding terus menanjak, siaran liga Inggris di monopoli, dan siaran liga – liga besar eropa lainnya makin berkurang jam tayangnya. Padahal di tengah keruwetan kehidupan sinetron sepakbola adalah ajang pelampiasan terbaik.

Bibit – bibit keci mulaim menghilang dari jalanan, tidak seperti Brazil yang makin banyak bintang asal jalanan, karena lapangan tela berubah menjadi perumahan tipe 21 dan pabrik – pabrik tapi tunawisma tidak menunjukan akan berkurang dan pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah ngajakin harga – harga ikut tumbuh lebih pesat. Sudah sulit menemukan sesuatu yang dapat dibanggakan bangsa ini.

***

Masa kecilku ternyata patut disukuri, karena maish bisa merasakan senangnya main bola di sebelah rumah dan selalu menang pertandingan 17 Agustusan, masih bisa nonton Indonesia ngebantai Malaysia, Singapura, Myanmar dan Vietnam walau tetap kalah lawan Tahiland. Something hard to find right now.

14april08

Buschen

No comments: